Nyatanya ya nggak hanya saya, beberapa teman saya ternyata juga
mengalami hal yang sama. Saya sering sekali bertemu dengan orang-orang yang
suka berekspektasi berlebihan, entah dulu saat di sekolah atau di lingkungan
lain. Ciri-ciri orang yang kayak gini selalu berharap lebih terhadap kita,
memuji karena ada maksud dan pastinya menganggap diri kita paling mampu.
Padahal mereka ya nggak tahu siapa kita, nggak tahu bagaimana diri kita,
dateng-dateng kok berharap lebih. Hadeh.
Saya sempat kejebak dalam ekspektasi semacam ini. Tuntutan perfeksionis
dan harapan orang lain. Ya kali. Ekspektasi ini kadang dibumbui dengan
pujian-pujian berlebihan, “Kamu itu jago loh”, “Kamu kan selalu juara”, “Kamu
itu terbaik”, dan kawan-kawannya. Nah, mereka nggak tahu tuh gimana rasanya
saat orang lain berharap ke kita.
Sejauh ini, saya pun mulai memilih dan memilah. Mana tanggungjawab
saya dan mana yang bukan ranah saya. Saya nggak harus melakukan semuanya. Saya
punya otoritas dan kapasitas yang hanya saya sendiri yang tahu. Perlahan saya
juga sadar kalau nggak semua ekspektasi orang lain harus saya penuhi. Memang
sebuah kepercayaan yang diberikan orang lain kepada kita kadang sebuah hal yang
membanggakan namun jika kepercayaan itu berbuah ekspektasi yang berlebihan ya
bakal jadi beban mental.
Saya percaya kalau di zaman sekarang ini banyak anak muda rentan
depresi terutama karena memenuhi ekspektasi orang lain. Dianggap mampu padahal
dianya belum mampu. Istilahnya ya “ngoyooo”. So, saya pun belajar untuk lebih
memahami diri saya sendiri. Melakukan hal-hal yang saya yakin mampu dan
pastinya belajar untuk tidak memenuhi ekspektasi orang lain. Kita berhak
berkata "tidak".
0 komentar:
Post a Comment