Salah satu kalimat yang begitu saya ingat dari sesi
Buka Talks episode Henry Manampiring adalah “Bahagia itu ketika tidak adanya
emosi negatif”. Ini menurut filsafat stoicsm.
Filosofi stoiscm adalah salah satu aliran filsafat
Yunani yang berorientasi pada ketenangan, resiliensi dan kestabilan emosi.
Intinya, kita tetep bisa tenang dan emosi stabil saat ada situasi buruk.
Gampangnya lagi kalau sebuah kejadian itu adalah “NETRAL”.
Kalian suka kesel gak sih kalau mendadak ban motor
bocor?
Tiba-tiba hujan?
Tiba-tiba macet?
Atau tiba-tiba diputusin pacar?
Di filosofi stoic mereka beranggapan kalau setiap
kejadian itu netral dan semua opini dari kejadian itu ya dari kita sendiri.
Kuncinya ada pada diri kita.
Misalkan, saya diputusin pacar trus saya gak makan
sebulan, saya sedih, saya nggak kuliah, rasanya hidup saya hancur. Alah lebay.
Padahal nih.
Fakta diputusin pacar itu apa sih?
Faktanya adalah putus atau kita nggak ada hubungan asmara
lagi.
PUTUS = KEJADIAN
Menurut filosofi stoic setiap kejadian itu netral dan
apapun persepsi kita mengenai kejadian tersebut sangat mempengaruhi.
Kita nganggep putus sebagai hal positif atau negatif
tergantung diri kita. Misalkan, kalau kita nganggep putus sebagai hal negatif
bisa jadi kita bakalan nangis, meratapi, susah move on dan jadi nyalahin diri
sendiri. Kek misalnya “Kok aku diputusin sih”, “Aku nanti gimana”, “Apa aku
kurang gimana”, dll.
Nah, kalau nganggep putus sebagai hal positif kita
bisa jadiin putus itu sebuah energi, kita jadi orang yang lebih baik, belajar
dari relationship dan kita nganggepnya sebuah pembelajaran.
Lebih mudahnya lagi, filosofi stoic mengajak kita
untuk nggak baper dan nggak cemas atau malah overthinking dengan apa yang
terjadi pada diri kita.
Saya memaknai filosofi stoic ini lebih ke “LEGOWO” dan
semuanya memang sudah diatur gitu. Hal-hal eksternal yang nggak bisa kita
kendalikan bisa terjadi kapan saja dengan diri kita. Dan tugas kita bukan untuk
menghindari tapi menerima sekalipun itu hal buruk.
Misalnya?
dimarahin dosen, diputusin, macet atau ban motor
bocor.
Ini semuanya kejadian dan menurut filosofi stoic ini
tuh netral.
Kenapa dimarahin dosen?
Simple, biasanya tugas kurang sesuai.
Trus? Kita marah?
Marah ke siapa?
Marah ke dosen?
Nyalahin dosen?
Kalo orang stoa bukannya marah ke dosen tapi coba deh
dipikir lagi. Tugas ini berarti perlu diperbaiki. Dosen marah ya yaudah
diterima aja, kan marahnya gak permanen.
Biasanya kalau dosen marah trus kita ambil opini atau
perspektif kita terhadap dosen tersebut “Jangan-jangan dosen itu gak suka saya,
jangan-jangan dst” yang kebanyakan hasil ilusi kita.
Filosofi stoic lebih ke “Yaudah, marah ya diterima aja
dan kemudian diperbaiki”.
Setelah menerapkan filosofi stoic ini ternyata emang
membuat diri kita cukup tenang, stabil dan gak mudah marah-marah. Coba deh
kalau ada kejadian, kasih jeda dan pikirin sekian detik untuk merespons apa
yang mesti kita lakuin. Hasilnya? Liat sendiri. Ternyata kita bisa ngontrol
diri kita.
Cerita
6 komentar
Saya jadi inget dengan kejadian penusukan yang terjadi pada Syekh Ali Jaber. Dimana beliau bukannya marah atau apa, justru memperingati orang-orang yang memukuli si pelaku untuk tidak melakukan hal tersebut.
ReplyDeleteTidak ada rasa dendam dan benci, beliau langsung memaafkan pelaku.
Terlebih lagi ketika beliau sedang ada di podcastnya om Deddy Corbuzier, beliau mengatakan bahwa jangan hanya ketika mendapat sebuah kabar baik kita mengucap alhamdulillah, kabar buruk seperti yang menimpa beliau pun ia ucapkan alhamdulillah.
Sungguh banyak pelajaran yang bisa diambil dari sikap beliau terhadap sesuatu yang ia hadapi.
Wah terima kasih, saya juga nontoh di youtube dan ingat kembali. Entah baik atau buruk memang akan selalu kita temui. Kitanya mesti menerima hal baik atau buruk tersebut.
DeleteSetuju banget, syaikh Ali Jaber menunjukkan kepada kita semua gimana muslim yg sesungguhnya. Belio ikhlas, legowo, tidak mendendam. Bahkan melindungi orang yg menusuknya agar tidak dihajar masa. Salut buat syaikh..
DeleteIya bener banget. Belajar banyak dari beliau
Deleteternyata prinsip ikhlas, rela dan legowo itu ada namanya ya, filosofis stoic. baru tau saya. hehehe
ReplyDeletetapi memang sih emosi negatif itu harus direlaka dan diterima. saya sih biasanya gak meredam emosi negatif lalu makasain diri buat nerima. tapi si emosi negatif itu di jabarkan, di ucapkan dan diakuin, dengan begitu baru bisa legowo. misal, saya marah...ya udah marah kenapa dan karena apa. atau iri....ya udah iri karena apa dan kenapa selanjutnya bagaimana. emosi negatif itu kadang dianggap dosa ya, padahal gak. dia juga bagian dari emosi kan, bagian dari diri kita. kasian kalo di tekan. lama - lama bisa seperti volcano yang mengelurkan lava. lava chocalate sih enak ya...kalo lava dari gunung berapi? syereem kan, hehehe
btw, salam kenal ya
eka artjoka
Iya mbak, bagian dari emosi kita dan seperti yang mbak jelaskan kalau kita mesti mengenali diri (ini emosi apa dan bagaimana mengatasinya). Bagus sekali jika dipraktikkan. Hehhe, salam kenal kembali mbk eka :v
Delete